Sekadar merujuk apa kata orang :
Kebiasaan membaca harus ditanamkan kepada anak sejak dini. Sebab, buku tak hanya fondasi dasar utama bagi perkembangan mental dan spiritual seorang anak, tapi juga sebagai sumber pengetahuan serta sarana pembina kematangan berpikirnya. Dengan melalui buku si anak akan diajar untuk mengenal segala sesuatu yang ada dan apa yang terjadi di alam semesta sebagai apresiasi terhadap ciptaan Allah. Nah bagaimana agar anak cinta buku karena buku juga berfungsi sebagai salah satu sarana komunikasi. Dengan semakin sering anak berkomunikasi dengan buku, semakin banyak pula pengetahuan yang didapatnya. Pengertian ini sangat membantu pembentukan kepribadian dan pola pikir seorang anak. Komunikasi anak dengan buku tidak dapat dihalangi oleh siapa pun. Seorang pakar linguistik dari sebuah universitas ternama di California, Susan Curtis, menyatakan bahwa komunikasi sangat esensial bagi pengembangan kepribadian manusia. Para ahli ilmu-ilmu sosial berulang kali mengemukakan, ketidakmampuan untuk berkomunikasi dengan baik (terutama dalam keluarga), menjadi penghambat perkembangan kepribadian dan pengalaman kesadaran manusia.
Keluarga menjadi lingkungan pertama bagi anak untuk berkenalan dengan buku. Peranan kedua orangtua sangat besar dalam menanamkan rasa cinta buku kepada anak-anaknya. Proses ini dapat dimulai sejak usia dini. Mendongeng sebelum tidur perlu dilakukan karena rutinitas ini tidak hanya mengandung aspek pendidikan, juga menjadi saat-saat yang berharga untuk menjalin hubungan emosional antara orangtua dan anak.
Ketika anak mulai bersekolah, orangtua dapat memperkenalkan cara-cara memperoleh buku, misalnya dengan kunjungan ke toko buku, pameran buku, bursa buku murah (pasar loak/bekas), atau ke perpustakaan. Tidak harus membeli, tapi agar anak melihat jenis-jenis buku yang ada di luar rumahnya. Jika anak tertarik membeli satu buku, kita dapat mengajaknya menabung sampai ia dapat membelinya sendiri.
Karenanya, perpustakaan pribadi bagi keluarga menjadi sebuah keniscayaan yang penting untuk mengakrabkan anak dengan buku. Karena itu, orangtua seharusnya menyediakan perpustakaan di rumahnya.
Perpustakaan umum juga dapat dijadikan objek rekreasi orangtua dan anak. Bahkan, dengan meminjam buku perpustakaan anak diajar untuk menghargai buku yang bukan miliknya, mendisiplin diri dengan meyediakan waktu untuk membaca selama tenggang waktu peminjaman, dan mengembalikannya tepat waktu. Yang sangat diperlukan dalam menanamkan minat membaca kepada anak selain ketersediaan buku, adalah waktu. Dengan berkembangnya teknologi komunikasi melalui TV, waktu untuk melakukan kegiatan serta interaksi antar anggota keluarga yang bermanfaat seperti membaca, sangatlah berkurang. Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa TV menyala rata-rata selama 7¼ jam setiap hari. Padahal, seorang dokter spesialis anak dan pakar peneliti dalam bidang perkembangan anak dari Universitas Harvard, Dr,. Berry Brazelton, mengemukakan bahwa satu jam merupakan batas menonton maksimal bagi anak-anak usia 5-6 tahun. Lebih dari satu jam, tayangan-tayangan TV menjadi semacam racun yang mereduksi kemampuan daya nalar dan kemampuan berpikir kritis dan ilmiah.
Berkebalikan dari tayangan-tayangan TV yang bersifat sepintas dan cepat berlalu, dengan membaca buku seorang anak (ataupun orang dewasa) didorong untuk menyediakan waktu untuk merenung, serta tersedia jarak waktu yang memungkinkan untuk berpikir serta menentukan sikap terhadap materi yang dibacanya. Tayangan TV memiliki sifat yang bertentangan dengan aktivitas membaca. TV menyebabkan otak cenderung pasif karena hanya menerima terpaan audio-visual.
Sementara membaca menuntut otak untuk aktif. Kalau terbiasa melihat TV, orang dewasa pun bisa kehilangan minat baca. Apalagi anak-anak. Selain itu, efek pasif ini lebih besar ketika TV banyak menayangkan program yang sangat menyerap perhatian. Program-program acara yang menyajikan kebaruan terencana (designed novelty) –bukan kebaruan yang sesungguhnya- dan sangat mendebarkan, membuat perhatian terkuras. Bisa saja acara TV dikemas untuk memberi efek positif terhadap minat belajar dan membaca pada anak.
Namun, bukan berarti TV menjadi barang haram bagi keluarga. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkenaan dengan keberadaan TV;
Pertama, matikanlah TV selama waktu membaca. Anak perlu dibiasakan berkonsentrasi dengan bacaannya tanpa godaan tayangan TV yang daya pikatnya lebih kuat. Duduklah bersama mereka, dan pilihlah sebuah buku yang menarik atau koran hari itu untuk dibaca bersama. Kegiatan ini dapat menanamkan kebiasaan untuk membaca secara teratur.
Kedua, seperti yang disarankan Nibras, orang tua seharusnya selalu mendampingi anak saat berada di depan TV. Jika ada film atau jenis acara lain yang menjadi minat khusus anak, misalnya dari cerita-cerita klasik (dongeng, legenda) atau yang bersifat ilmiah, berusahalah untuk mendapatkan buku-buku yang berkaitan dengan tayangan tersebut. Dengan demikian anak diajak untuk mengkaji serta mempelajari lebih seksama tentang apa yang dilihatnya di layar kaca. Cara ini juga sedikit banyak menumbuhkan kecintaan anak terhadap ilmu pengetahuan.
Tetapi orangtua tetap harus berada di garda terdepan dalam mencintai buku. Orangtua yang tidak gemar membaca, relatif lebih sulit menumbuhkan minat baca yang tinggi pada anak. Namun hal ini bukan berarti kecintaan orangtua terhadap buku dengan sendirinya membangkitkan semangat anak membaca. Perlu upaya dan usaha secara sengaja dari orangtua untuk merangsang anak untuk membaca
Sumber : http://www.sabahforum.com/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Recent Coments
Widget edited by Seby-Antoe.com
0 komentar:
Posting Komentar